Ukbah bin Abi Mu'aith adalah seorang pemuda Quraisy yang baik. Walaupun belum masuk Islam, ia berteman baik dengan Nabi Muhammad Saw. Hampir setiap hari Ukbah bertemu Rasulullah. Sekedar mengobrol atau bertukar pikiran.
"Wahai Muhammad, aku berterima kasih padamu. Engkau sudah bersedia menjadi temanku,"kata Ukbah suatu siang. Ukbah gembira bukan main. Siapa yang tak bangga punya teman yang sangat terhormat seperti Muhammad? Yang disebut sebagai Nabi dan Rasul Allah itu? Bukankah Muhammad itu seorang yang agung dan berkedudukan tinggi? Terlebih lagi karena dirinya belum masuk agama yang dibawa Muhammad. Akan tetapi, Nabi Muhammad tidak pernah memusuhinya. Betapa Ukbah merasa bangga dapat berteman baik dengan Nabi Muhammad!
"Muhammad,"kata Ukbah.
"Apakah kau akan datang ke rumahku, jika aku mengajakmu makan bersama di rumahku?"
"Boleh saja. Kalau itu tidak merepotkanmu,"kata Rasulullah. Benar bukan? Muhammad memang sangat baik. Ia menerima undangan Ukbah untuk makan di rumahnya.
Nabi Muhammad pun menepati janjinya memenuhi undangan Ukbah. Di rumahnya, Ukbah sudah menyiapkan hidangan yang istimewa. Aneka makanan yang lezat dan enak sudah disediakan. Ia pun melayani Nabi dengan sangat baik.
Sesudah bercakap-cakap, Ukbah mempersilakan Nabi untuk mencicipi makanan.
"Baiklah, aku ambil yang ini,"kata Nabi seraya meraih makanan di piring.
"Tentu. Silakan pilih apa yang kau suka,"sahut Ukbah.
Sebelum Nabi Muhammad memasukkan makanan ke mulutnya, Nabi Muhammad menoleh pada Ukbah.
"Aku akan memakan makanan dihadapanku ini, kalau kau mau mengucapkan dua kalimah syahadat," kata Nabi kemudian.
Mendengar ucapan Nabi itu, kontan Ukbah terhenyak. Kaget bukan main. Sebab, sejak Muhammad mengajarkan agama baru itu, Ukbah tidak ingin masuk Islam. Sedangkan dua kalimah syahadat adalah pernyataan bahwa seseorang telah masuk Islam. Ia tidak bermaksud meninggalkan agama berhala warisan leluhurnya.
"Bagaimana hai, Ukbah?" tanya Nabi membuyarkan kekagetan Ukbah. Ukbah hanya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan teman baiknya itu. Nabi Muhammad mengerti sikap Ukbah. Beliau tidak langsung pergi meskipun Ukbah tampak keberatan untuk menuruti permintaannya. Beliau tetap duduk di depan makanan yang terhidang itu.
Wahai Ukbah, apakah aku harus memakan makanan ini atau tidak? Kalau makan berarti kau harus mengucapkan dua kalimah syahadat,” ulang Nabi.
Ukbah jadi merenung sejenak. Ah, tak enak rasanya menolak permintaan teman baik seperti Muhammad, batin Ukbah. Dan akhirnya Ukbah pun menuruti permintaan Nabi. Ukbah mengucapkan rukun Islam yang pertama itu. Maka resmilah ia menjadi seorang Muslim.
"Sekarang aku mau menikmati makanan yang kau hidangkan," kata Nabi setelah Ukbah mengucapkan dua kalimah syahadat. Rasulullah sangat puas dengan hidangan yang disuguhkan sahabatnya itu. Lalu, beliau pun berpamitan pada Ukbah.
Beberapa waktu setelah kejadian itu, Ukbah bertemu dengan sahabat lamanya, Ubay bin Khalaf.
Segera diceritakan pertemuannya dengan Muhammad yang baik hati itu.
"Ubay, aku pun sudah masuk agama Islam," kata Ukbah.
Ubay amat terkejut. "Bodoh! Ukbah, kau bodoh sekali!
"Kenapa kau ikuti ajaran sesat Muhammad?! Muhammad itu seorang pembual besar! Islam yang disebarkannya hanya mengada-ada!" kata Ubay dengan sengit. Sejak dulu ia memang orang yang sangat membenci Nabi Muhammad.
"Apa kau sudah gila? Sampai meninggalkan ajaran nenek moyang kita?" sahut Ubay.
Merasa dirinya diperolok-olok dan dimaki-maki Ubay, hati Ukbah menjadi goyah.
"Hei Ukbah! Kalau kau tidak segera melepaskan ajaran Islam maka kau akan lepas dari ikatan masyarakat Quraisy!" ancam Ubay menakut-nakuti. Ukbah tambah cemas dan ketakutan.
"Ubay, bisakah kau menolongku membebaskan ikatan dua kalimah syahadat yang pernah kuucapkan itu?" tanya Ukbah.
"Ah, itu sih, gampang!" jawab Ubay.
"Datangilah Muhammad. Caci maki dia dan ludahi wajahnya. Kalau kau sudah melakukan semua itu berarti kau telah meninggalkan agama sesat yang dibawa Muhammad!" hasut Ubay.
Dengan tidak memikirkan akibatnya Ukbah pun menuruti perintah Ubay. Ia segera menemui Muhammad di rumahnya. Kemudian tanpa membuang waktu lagi Ukbah mencaci-maki Nabi Muhammad dan meludahi wajahnya.
Sebagai orang yang memiliki sifat penyabar, Muhammad tidak langsung membalas perbuatan Ukbah. Akan tetapi, disambutnya cacian, ludahan, dan penghinaan itu dengan ucapan, ”Bila suatu hari kita bertemu lagi maka pedangku akan menebas lehermu,” kata Nabi.
Ukbah kemudian meninggalkan tempat itu. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan Ubay. Diceritakannya kalau ia sudah melaksanakan perintah Ubay. Sambil tertawa senang Ubay memujinya sebagai orang yang sangat hebat. Namun, meskipun mendapat pujian selangit itu, hati kecil Ukbah merasa sangat terhimpit. Karena ia sudah melakukan perbuatan yang salah pada Muhammad, sahabat terbaiknya. Jiwanya pun jadi tersiksa.
"Hmmm......, kenapa dulu aku menuruti ajakan nabi itu? Tetapi, kenapa juga aku harus menuruti perintah si gila Ubay itu? Ah, hatiku benar-benar jadi kacau....," sesal Ukbah.
Apa yang di ucapkan Nabi Muhammad dulu, akhirnya terwujud juga. Mereka bertemu di kota Madinah. Waktu itu kebetulan Ukbah menjadi tawanan Nabi Muhammad, karena telah kalah dalam perang Badr. Rasulullah kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk memenggal lehernya.
Malang sekali nasib Ukbah, orang yang tidak mempunyai pendirian. Jiwanya amat mudah dipengaruhi orang lain dan pujukan syetan.
wang Pembawa Berkah
Dipagi yang cerah, Rasulullah keluar rumah dengan senyumnya yang ramah dan menebarkan berkah. Beliau bermaksud jalan-jalan berkeliling pasar. Ditangannya membawa uang sebanyak delapan dirham. Beberapa orang yang dilaluinya menyapa Rasulullah. “Ya Rasulullah, akan pergi kemanakah Tuan sepagi ini?”
“Aku hanya ingin berjalan-jalan menghirup udara pagi,” jawab Rasulullah seraya tersenyum.
Diperjalanan, beliau bertemu dengan seorang perempuan yang sedang menangis dipinggir jalan.
“Mengapa kau menangis?” tanya Rasulullah. Sambil tesedu-sedu, ia menceritakan apa yang menimpanya.
“Aku disuruh keluargaku ke pasar untuk membeli beberapa keperluan. Aku diberi uang dua dirham. Tapi ..., sekarang uang itu hilang entah kemana...,” kata perempuan itu. Tangisnya mesih belum terhenti.
“Aku tidak bisa mendapatkan kembali uang itu. Aku hanyalah seorang hamba sahaya...,” katanya diantara isak tangis. Rasulullah merasa iba melihatnya. Lalu memberikan uangnya sebanyak dua dirham. “ Terimalah uang ini. Aku mengganti uang dua dirhammu yang hilang itu,” kata Rasul. Betapa gembira hati perempuan itu.
“Terimakasih ya Rasulullah! Dengan uang ini, aku bisa belanja keperluan,” sahutnya seraya menyusut air matanya. Rasulullah tersenyum. Beliaupun meninggalkan perempuan itu dan meneruskan perjalanannya.
Di pasar, orang-orang sibuk menawarkan barang dagangannya. Rasulullah mendatangi barang-barang yang mereka tawarkan dengan wajah berseri. Lalu, sepasang matanya tertumpu pada baju gamis berwarna putih yang ditawarkan seorang pedagang. Rupanya hati Rasulullah tertarik dengan gamis itu dan bermaksud membelinya. Setelah keduanya sepakat dengan baju gamis itu, Rasulullahpun mengeluarkan uang dari sakunya sebanyak empat dirham. Rasulullah langsung memakai baju gamis itu. Beberapa saat kemudian, Rasulullah berjalan kembali mengelilingi pasar melihat-lihat barang lainnya. Dari kejauhan, terdengar seorang laki-laki tua berteriak-teriak sambil berjalan terseok-seok. Pakaiannya kumal dan compang-camping sampai auratnya hampir kelihatan.
“Wahai, Pengunjung Pasar...! Aku mohon belas kasihanmu. Aku sudah tak mampu lagi mengganti pakaianku yang robek-robek ini. Pakaianku ini sudah tidak mempu lagi menahan rasa dingin....” kata orang tua itu meratap. Pengunjung pasar maupun pedagang tak ada yang mau menghiraukannya. Hanya menoleh sebentar, lalu menyibukkan diri dengan urusannya masing-masing.
“Kasihanilah aku..., si Miskin ini ingin menutupi auratnya... Barang siapa yang memberiku pakaian niscaya Allah akan melebihkannya dengan memberi pakaian dari surga,” suaranya memelas. Tapi, tak seorang pun di pasar itu yang menaruh iba padanya. Rasulullah yang mendengar ratapan laki-laki itu segera mendekat ke arahnya.
“Hai Orang Tua! Aku akan memberimu pakaian untuk menutup auratmu,” kata Rasulullah. Tanpa pikir panjang lagi, Rasulullah melepaskan gamis yang baru dibelinya.
“Ambillah! Pakailah segera baju ini,” kata Rasulullah lagi. Orang tua miskin itu lalu memakai gamis pemberian Rasulullah.
“Ya Rasulullah! Sungguh engkau telah bermurah hati padaku. Allah pasti melimpahkan rahmat-Nya...,” sahut orang tua itu sambil berlalu meninggalkan Rasulullah.
Sesaat kemudian, Rasulullah masuk kembali ke dalam pasar mencari pedagang gamis tadi. Rasulullah membeli baju gamis yang lainnya seharga dua dirham. Si pedagang sangat heran karenanya.
“Ya Rasulullah, engkau sudah membeli baju gamis seharga empat dirham, kenapa sekarang membeli lagi gamis lainnya seharga dua dirham?” tanya pedagang sambil menatap Rasulullah.
Rasulullah tersenyum tenang.
“Memang betul, tadi aku sudah membeli gamis darimu. Tapi, dijalan ada orang tua yang lebih membutuhkan baju itu,” tutur Rasulullah.
Hari sudah malam ketika Rasulullah pulang ke rumahnya. Tiba-tiba, di tengah jalan Rasulullah melihat kembali perempuan yang tadi siang ditolongnya. Perempuan itu menangis di bawah sebuah pohon. Matanya tampak merah dan bengkak karena terlalu banyak menangis. Rasulullah menyapa perempuan itu.
“Bukankah kau ini perempuan yang tadi kehilangan uang dua dirham?” tanya Rasulullah.
“Benar, ya Rasulullah,” jawabnya sambil terisak.
“Mengapa kau masih disini? Bukankah keluargamu sedang menunggu dirumah? Apalagi yang kau tangisi?” tanya Rasulullah kemudian.
“Sebenarnya, aku sudah terlalu lama pergi ke pasar. Aku takut sekali jika pulang nanti, mereka akan menyiksaku,” kata perempuan itu penuh khawatir.
“Baiklah....kalau kau takut dimarahi, aku akan menghubungi keluargamu,” sahut Rasulullah. Perempuan itu kini merasa tenang hatinya. Rasulullah mengantar perempuan itu sampai ke rumahnya.
“Assalamu’alaikum...,” salam Rasulullah di depan pintu rumah. Salamnya didengarkan oleh penghuni rumah, tapi mereka tidak menjawabnya. Kemudian, Rasulullah mengulangi ucapan salamnya.
“Assalamu’alaikum...,” ucap Rasulullah. Penghuni rumah tetap tidak menjawab salam Rasulullah. Maka, Rasulullah pun mengucapkan salamnya yang ketiga kali dengan suara agak keras.
“Assalamu’alaikum....,” salam Rasulullah lagi. Mendengar salam Rasul yang agak keras, orang-orang di dalam rumah pun serentak menjawabnya.
“Wassalamu’alaika ya Rasulullah warahmatuhu wabarakatuhu...rupanya engkau, ya Rasulullah,” jawab mereka. Rasulullah dipersilakan masuk dengan penuh hormat.
“Apakah kalian tidak mendengar bahwa aku sudah mengucapkan salam sebanyak tiga kali...?” tanya Rasulullah.
“Benar ya Rasulullah, kami mendengarnya...,” jawab mereka.
“Tapi, kami ingin Tuan memperbanyak salam kepada kami dan anak cucu kami, agar kami semua mendapat berkah dari salammu itu,” lanjutnya.
Lalu, Rasulullah mengutarakan kedatangannya ke rumah itu. Para penghuni rumah sangat bahagia mendapat kunjungan Rasulullah yang amat mulia itu.
“Budakmu ini sudah terlambat pulang. Ia takut apabila kembali, kalian akan menyiksanya,” kata Rasulullah. Sementara perempuan itu hanya menunduk penuh takut di belakang Rasulullah. Para penghuni rumah malah tersenyum. Tidak tampak kemarahan dan kekecewaan sedikitpun di wajah mereka. Semua menyambut budak perempuan itu dengan baik.
“Kami sudah memaafkan dia,” katanya. Membuat budak perempuan itu terkesima saking gembiranya.
“Sungguh ya Rasulullah, kami sudah memberimu siksaannya dengan tidak menjawab ucapan salammu yang pertama dan kedua. Kami juga telah memerdekakannya karena ia telah berjalan bersamamu. Sekarang, ia bebas dan merdeka karena Allah semata.” Bukan main bahagianya budak perempuan itu. Majikannya sudah memerdekakan dirinya berkat Rasulullah yang mulia.
“Alhamdulillah! Sungguh aku telah beruntung dapat berjalan denganmu, ya Rasulullah...,” kata budak perempuan itu.
Sesudah menyelesaikan urusannya, Rasulullah pun berpamitan pada pemilik rumah. Sebelumnya, Rasulullah mengatakan sesuatu di hadapan penghuni rumah.
“Saya belum pernah melihat uang delapan dirham yang lebih berkahnya, kecuali kali ini. Uang itu telah membawa rasa aman kepada yang ketakutan, terpenuhinya orang yang telanjang dengan sebuah pakaian, dan terbebas merdekanya seorang hamba sahaya,” ungkap Rasul penuh syukur kepada Allah.
“Aku hanya ingin berjalan-jalan menghirup udara pagi,” jawab Rasulullah seraya tersenyum.
Diperjalanan, beliau bertemu dengan seorang perempuan yang sedang menangis dipinggir jalan.
“Mengapa kau menangis?” tanya Rasulullah. Sambil tesedu-sedu, ia menceritakan apa yang menimpanya.
“Aku disuruh keluargaku ke pasar untuk membeli beberapa keperluan. Aku diberi uang dua dirham. Tapi ..., sekarang uang itu hilang entah kemana...,” kata perempuan itu. Tangisnya mesih belum terhenti.
“Aku tidak bisa mendapatkan kembali uang itu. Aku hanyalah seorang hamba sahaya...,” katanya diantara isak tangis. Rasulullah merasa iba melihatnya. Lalu memberikan uangnya sebanyak dua dirham. “ Terimalah uang ini. Aku mengganti uang dua dirhammu yang hilang itu,” kata Rasul. Betapa gembira hati perempuan itu.
“Terimakasih ya Rasulullah! Dengan uang ini, aku bisa belanja keperluan,” sahutnya seraya menyusut air matanya. Rasulullah tersenyum. Beliaupun meninggalkan perempuan itu dan meneruskan perjalanannya.
Di pasar, orang-orang sibuk menawarkan barang dagangannya. Rasulullah mendatangi barang-barang yang mereka tawarkan dengan wajah berseri. Lalu, sepasang matanya tertumpu pada baju gamis berwarna putih yang ditawarkan seorang pedagang. Rupanya hati Rasulullah tertarik dengan gamis itu dan bermaksud membelinya. Setelah keduanya sepakat dengan baju gamis itu, Rasulullahpun mengeluarkan uang dari sakunya sebanyak empat dirham. Rasulullah langsung memakai baju gamis itu. Beberapa saat kemudian, Rasulullah berjalan kembali mengelilingi pasar melihat-lihat barang lainnya. Dari kejauhan, terdengar seorang laki-laki tua berteriak-teriak sambil berjalan terseok-seok. Pakaiannya kumal dan compang-camping sampai auratnya hampir kelihatan.
“Wahai, Pengunjung Pasar...! Aku mohon belas kasihanmu. Aku sudah tak mampu lagi mengganti pakaianku yang robek-robek ini. Pakaianku ini sudah tidak mempu lagi menahan rasa dingin....” kata orang tua itu meratap. Pengunjung pasar maupun pedagang tak ada yang mau menghiraukannya. Hanya menoleh sebentar, lalu menyibukkan diri dengan urusannya masing-masing.
“Kasihanilah aku..., si Miskin ini ingin menutupi auratnya... Barang siapa yang memberiku pakaian niscaya Allah akan melebihkannya dengan memberi pakaian dari surga,” suaranya memelas. Tapi, tak seorang pun di pasar itu yang menaruh iba padanya. Rasulullah yang mendengar ratapan laki-laki itu segera mendekat ke arahnya.
“Hai Orang Tua! Aku akan memberimu pakaian untuk menutup auratmu,” kata Rasulullah. Tanpa pikir panjang lagi, Rasulullah melepaskan gamis yang baru dibelinya.
“Ambillah! Pakailah segera baju ini,” kata Rasulullah lagi. Orang tua miskin itu lalu memakai gamis pemberian Rasulullah.
“Ya Rasulullah! Sungguh engkau telah bermurah hati padaku. Allah pasti melimpahkan rahmat-Nya...,” sahut orang tua itu sambil berlalu meninggalkan Rasulullah.
Sesaat kemudian, Rasulullah masuk kembali ke dalam pasar mencari pedagang gamis tadi. Rasulullah membeli baju gamis yang lainnya seharga dua dirham. Si pedagang sangat heran karenanya.
“Ya Rasulullah, engkau sudah membeli baju gamis seharga empat dirham, kenapa sekarang membeli lagi gamis lainnya seharga dua dirham?” tanya pedagang sambil menatap Rasulullah.
Rasulullah tersenyum tenang.
“Memang betul, tadi aku sudah membeli gamis darimu. Tapi, dijalan ada orang tua yang lebih membutuhkan baju itu,” tutur Rasulullah.
Hari sudah malam ketika Rasulullah pulang ke rumahnya. Tiba-tiba, di tengah jalan Rasulullah melihat kembali perempuan yang tadi siang ditolongnya. Perempuan itu menangis di bawah sebuah pohon. Matanya tampak merah dan bengkak karena terlalu banyak menangis. Rasulullah menyapa perempuan itu.
“Bukankah kau ini perempuan yang tadi kehilangan uang dua dirham?” tanya Rasulullah.
“Benar, ya Rasulullah,” jawabnya sambil terisak.
“Mengapa kau masih disini? Bukankah keluargamu sedang menunggu dirumah? Apalagi yang kau tangisi?” tanya Rasulullah kemudian.
“Sebenarnya, aku sudah terlalu lama pergi ke pasar. Aku takut sekali jika pulang nanti, mereka akan menyiksaku,” kata perempuan itu penuh khawatir.
“Baiklah....kalau kau takut dimarahi, aku akan menghubungi keluargamu,” sahut Rasulullah. Perempuan itu kini merasa tenang hatinya. Rasulullah mengantar perempuan itu sampai ke rumahnya.
“Assalamu’alaikum...,” salam Rasulullah di depan pintu rumah. Salamnya didengarkan oleh penghuni rumah, tapi mereka tidak menjawabnya. Kemudian, Rasulullah mengulangi ucapan salamnya.
“Assalamu’alaikum...,” ucap Rasulullah. Penghuni rumah tetap tidak menjawab salam Rasulullah. Maka, Rasulullah pun mengucapkan salamnya yang ketiga kali dengan suara agak keras.
“Assalamu’alaikum....,” salam Rasulullah lagi. Mendengar salam Rasul yang agak keras, orang-orang di dalam rumah pun serentak menjawabnya.
“Wassalamu’alaika ya Rasulullah warahmatuhu wabarakatuhu...rupanya engkau, ya Rasulullah,” jawab mereka. Rasulullah dipersilakan masuk dengan penuh hormat.
“Apakah kalian tidak mendengar bahwa aku sudah mengucapkan salam sebanyak tiga kali...?” tanya Rasulullah.
“Benar ya Rasulullah, kami mendengarnya...,” jawab mereka.
“Tapi, kami ingin Tuan memperbanyak salam kepada kami dan anak cucu kami, agar kami semua mendapat berkah dari salammu itu,” lanjutnya.
Lalu, Rasulullah mengutarakan kedatangannya ke rumah itu. Para penghuni rumah sangat bahagia mendapat kunjungan Rasulullah yang amat mulia itu.
“Budakmu ini sudah terlambat pulang. Ia takut apabila kembali, kalian akan menyiksanya,” kata Rasulullah. Sementara perempuan itu hanya menunduk penuh takut di belakang Rasulullah. Para penghuni rumah malah tersenyum. Tidak tampak kemarahan dan kekecewaan sedikitpun di wajah mereka. Semua menyambut budak perempuan itu dengan baik.
“Kami sudah memaafkan dia,” katanya. Membuat budak perempuan itu terkesima saking gembiranya.
“Sungguh ya Rasulullah, kami sudah memberimu siksaannya dengan tidak menjawab ucapan salammu yang pertama dan kedua. Kami juga telah memerdekakannya karena ia telah berjalan bersamamu. Sekarang, ia bebas dan merdeka karena Allah semata.” Bukan main bahagianya budak perempuan itu. Majikannya sudah memerdekakan dirinya berkat Rasulullah yang mulia.
“Alhamdulillah! Sungguh aku telah beruntung dapat berjalan denganmu, ya Rasulullah...,” kata budak perempuan itu.
Sesudah menyelesaikan urusannya, Rasulullah pun berpamitan pada pemilik rumah. Sebelumnya, Rasulullah mengatakan sesuatu di hadapan penghuni rumah.
“Saya belum pernah melihat uang delapan dirham yang lebih berkahnya, kecuali kali ini. Uang itu telah membawa rasa aman kepada yang ketakutan, terpenuhinya orang yang telanjang dengan sebuah pakaian, dan terbebas merdekanya seorang hamba sahaya,” ungkap Rasul penuh syukur kepada Allah.
Langgan:
Catatan (Atom)